Pawang Beurandeh & Polem Beuransah Sentil Dana Infak BMK Pidie Jaya Terlelap di Bank Aceh, Rakyat Terjaga Karena Kelaparan
PROHCAKRA - Pawang Beurandeh dan Polem Beuransah duduk bersila di atas tikar usang rumah papan seorang janda tua. Bau amis dari dapur tak berasap menampar hidung mereka. Namun yang lebih menusuk adalah kabar: saldo infak Rp173 juta masih ngendap di rekening.
Pawang Beurandeh: “Polem, tenanglah. Itu saldo infak Rp173 juta bukan hilang. Cuma istirahat sebentar di rekening.”
Polem Beuransah: “Istirahat? Ini uang fakir miskin, bukan simpanan pejabat! Masi ada saldo 20 juta lebih negendap sejak desember 2024? Mau tunggu Ramadan tahun depan?”
Pawang Beurandeh: “Kami sedang menunggu waktu terbaik untuk setor ke kas daerah. Perlu kehati-hatian.”
Polem Beuransah: “Waktu terbaik? Rakyat kelaparan gak nunggu waktu. Kau kira perut mereka bisa ditunda dengan alasan administrasi?”
Pawang Beurandeh: “Saldo infak itu aman di Bank Aceh Syariah. Semua tercatat rapi.”
Polem Beuransah: “Tercatat di buku, tapi tidak pernah tercatat di isi piring warga. Apa bedanya dengan celengan masjid yang sengaja gak dibuka-buka?”
Pawang Beurandeh: “Ini hanya soal teknis. Nanti juga disetor semuanya.”
Polem Beuransah: “Teknis yang memiskinkan. Pendapatan infak tahun 2025 udah Rp152 juta lebih, tapi belum disetor juga. Ini duit umat atau dana parkir?”
Pawang Beurandeh: “Kami sudah klarifikasi ke BPK. Saldo akan ditransfer ke rekening zakat setiap hari.”
Polem Beuransah: “Ini hasil opname 17 Februari, saldo masih utuh! Tiap hari katanya, tapi kenyataannya tiap mimpi!”
Pawang Beurandeh: “Sekarang sudah ada mekanisme. Penyetoran tiap akhir bulan.”
Polem Beuransah: “Zakat dan infak itu amanah harian, bukan target akhir bulan. Kalau rakyat telat bayar zakat, kena denda moral. Kalau kalian telat setor, cuma klarifikasi.”
Pawang Beurandeh: “Semua sudah sesuai prosedur, tidak ada pelanggaran.”
Polem Beuransah: “Aturan mana yang izinkan dana infak ngendap ratusan juta berbulan-bulan? Aturan ‘nyimpan dulu, kasih nanti’?”
Pawang Beurandeh: “Polem, jangan suuzan. Kami cuma pelaksana.”
Polem Beuransah: “Kalau cuma pelaksana, kenapa gak dilaksanakan cepat? Kalau rakyat telat lapor pajak, langsung ditindak!”
Pawang Beurandeh: “Uang itu jelas sumbernya.”
Polem Beuransah: “Iya, jelas dari umat. Tapi perjalanannya kabur. Ujungnya? Rakyat tetap lapar, saldo tetap nyenyak.”
Pawang Beurandeh: “Kita semua berniat membantu.”
Polem Beuransah: “Niat baik, tanpa cepat tangan, jadi racun. Jangan pakai niat suci untuk menutupi lambatnya kerja.”
Pawang Beurandeh: “Kita sedang evaluasi proses.”
Polem Beuransah: “Rakyat gak makan evaluasi. Mereka butuh beras, bukan berkas.”
Pawang Beurandeh: “Kami bekerja sesuai ketentuan syariah.”
Polem Beuransah: “Syariah mana yang membolehkan uang umat dibiarin ngendap, sementara anak-anak tidur dengan perut kosong?”
Pawang Beurandeh: “Jangan menuduh seolah kami korup.”
Polem Beuransah: “Saya gak nuduh. Tapi laporan BPK yang bicara. Dana infak Rp173 juta belum disetor. Kalau itu fitnah, panggil BPK ke warung ini!”