26 Juli 2025
Opini

21 Tahun Operasi Militer Terpadu di Aceh-Dari Konflik Berdarah ke Harapan Damai di Bawah Kepemimpinan Panglima GAM

Oleh : Fachrul Razi - Warga Pidie Jaya

OPINI - Tepat 21 tahun yang lalu, Pemerintah Republik Indonesia melancarkan Operasi Militer Terpadu di Aceh, menandai eskalasi terbesar dalam konflik antara negara dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Operasi yang dimulai pada 19 Mei 2003 ini merupakan respons atas kegagalan perundingan damai dan penolakan GAM terhadap tawaran otonomi khusus dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dengan persetujuan Presiden Megawati Sukarnoputri saat itu, status darurat militer diberlakukan, dan lebih dari 30.000 tentara serta 12.000 polisi dikerahkan ke Aceh. Ribuan anggota GAM dilaporkan tewas, ditangkap, atau menyerahkan diri. Warga sipil juga mengalami tekanan berat, termasuk pembatasan ruang gerak, pendataan ulang lewat KTP khusus, serta pembekuan aktivitas LSM dan lembaga bantuan internasional.

Meski status darurat militer diturunkan menjadi darurat sipil pada 19 Mei 2004, kondisi di lapangan tetap mencekam. Namun, bencana besar tsunami pada akhir 2004 menjadi titik balik. Tragedi kemanusiaan tersebut membuka jalan bagi dialog damai yang difasilitasi internasional, dan akhirnya lahirlah Perjanjian Damai Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Dua dekade berlalu, Aceh kini berdiri dalam suasana damai. Provinsi ini kini dipimpin oleh seorang Panglima GAM, simbol bahwa eks kombatan kini menjadi bagian dari sistem pemerintahan yang sah. Kepemimpinan ini menumbuhkan harapan besar, terutama dari kalangan eks kombatan, korban konflik, dan masyarakat sipil yang pernah merasakan getirnya masa-masa operasi militer.

Di masa damai ini, dan pada puncak kekuasaan yang kini dipegang oleh tokoh militer GAM, harapan menguat: agar persoalan Aceh diselesaikan secara adil, butir-butir perjanjian damai benar-benar diwujudkan, dan kesejahteraan rakyat Aceh tidak lagi sekadar janji.

“Semoga keadilan dan kesejahteraan benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat Aceh, bukan hanya sebagai simbol perdamaian, tetapi sebagai kenyataan hidup sehari-hari,” demikian harapan banyak pihak pada saat ini yang tepat 21 tahun operasi militer ini.