Perbup, Solusi Berani yang Penuh Risiko di Tengah Mandeknya APBK Pidie Jaya
Foto : Dok. Google Image/Ilustrasi | LIPUTAN GAMPONG NEWS
OPINI - Upaya penyelesaian konflik antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Pidie Jaya memang mendesak untuk dilakukan demi keberlangsungan roda pemerintahan dan pembangunan daerah. Konflik berkepanjangan yang berakar dari defisiensi anggaran telah menciptakan ketegangan yang tidak hanya merugikan hubungan antar lembaga, tetapi juga berimbas langsung kepada pelayanan publik dan percepatan pembangunan yang menjadi harapan masyarakat.
Langkah-langkah mediasi dan dialog yang telah ditempuh sejauh ini memang patut diapresiasi. Pertemuan demi pertemuan antara pihak eksekutif dan legislatif menunjukkan bahwa kedua belah pihak pada dasarnya menyadari pentingnya harmonisasi kebijakan. Namun sayangnya, hasil dari berbagai pertemuan itu tidak kunjung menghasilkan kesepakatan konkret. Ketidaksepakatan yang terus berlarut hanya memperlihatkan lemahnya efektivitas komunikasi politik antara lembaga penyelenggara pemerintahan di daerah.
Kegagalan mediasi ini juga telah menimbulkan kekecewaan mendalam di tengah masyarakat. Diskusi-diskusi informal di berbagai tempat, mulai dari panteu jaga hingga warung kopi, memperlihatkan bahwa rakyat sudah mulai kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pimpinan daerah menyelesaikan konflik ini. Mereka merasa bahwa ketegangan politik ini justru mengorbankan kepentingan rakyat yang menanti perubahan dan perbaikan kesejahteraan.
Di tengah kekecewaan tersebut, suara masyarakat kini semakin bulat, sudah saatnya Bupati Pidie Jaya mengambil sikap tegas. Tidak bisa lagi pimpinan daerah berdiri di zona abu-abu ketika konflik telah merugikan kepentingan publik. Bupati harus berani mengambil keputusan tanpa harus terus bergantung pada proses mediasi yang terbukti stagnan. Kepemimpinan yang tegas dan berani sangat dibutuhkan dalam kondisi krisis kepercayaan seperti ini.
Salah satu langkah yang bisa ditempuh Bupati adalah dengan menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) sebagai jalan keluar dari kebuntuan. Perbup bisa menjadi instrumen kebijakan yang sah secara hukum untuk menata kembali alokasi anggaran dan arah pembangunan daerah. Langkah ini bukan hanya menunjukkan keberanian dalam mengambil keputusan, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap pelayanan publik dan keberpihakan kepada masyarakat.
Namun demikian, penerbitan Perbup juga mengandung sejumlah risiko yang harus diperhitungkan secara cermat. Dari sisi hukum, langkah ini dapat memicu gugatan jika dianggap melangkahi kewenangan legislatif atau tidak memenuhi prosedur formal yang diatur perundang-undangan. Secara politik, Perbup bisa memperuncing ketegangan antara eksekutif dan legislatif serta memberi ruang bagi pihak tertentu untuk membangun narasi seolah-olah Bupati bertindak otoriter. Selain itu, jika tidak dikomunikasikan secara baik kepada publik, langkah ini bisa menimbulkan kesan sepihak dan memicu polarisasi di tengah masyarakat.
Tentu saja, karena itulah langkah tersebut tidak boleh dilakukan secara gegabah. Bupati harus memastikan bahwa kebijakan ini berdasar pada pertimbangan hukum yang matang dan konsultasi dengan para ahli kebijakan publik, agar tidak menimbulkan persoalan hukum baru di kemudian hari. Namun, bila dilakukan secara cermat dan bertanggung jawab, Perbup justru bisa menjadi bukti nyata bahwa pemimpin daerah mampu mengambil sikap strategis di tengah kebuntuan politik.
Perlu disadari bahwa stagnasi pembangunan akibat konflik internal antara lembaga pemerintahan adalah kemunduran besar bagi Pidie Jaya. Kabupaten ini memiliki potensi besar untuk berkembang, namun hanya bisa dicapai apabila pemerintahannya solid dan memiliki arah pembangunan yang jelas. Maka dari itu, mengambil sikap tegas bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan moral dan politik.
Pada akhirnya, masyarakat Pidie Jaya menaruh harapan besar pada kepemimpinan H. Sibral Malasyi untuk membawa perubahan. Bupati harus berani menjawab harapan itu dengan tindakan nyata, bukan hanya retorika. Ketegasan dalam memutus konflik ini adalah bagian dari warisan kepemimpinan yang akan diingat oleh masyarakat. Saatnya bertindak bukan untuk ego kekuasaan, tetapi untuk masa depan Pidie Jaya yang lebih sejahtera. (TS)