Ketika Kebenaran Menjadi Ancaman, Mengapa Pembohong Tak Pernah Nyaman?
Foto : Dok. Google Image/Ilustrasi | LIPUTAN GAMPONG NEWS
Oleh: Bang Ajie - Pemerhati Kinesik & Semiotika
“Siapa pun yang memperjuangkan kebenaran, pasti mengganggu kenyamanan para pembohong.” - George Orwell
OPINI - Kutipan tajam ini tidak hanya menggugah, tapi juga menyentil nalar dan nurani siapa saja yang masih memiliki keberanian berpikir merdeka. Dalam kehidupan sosial, politik, bahkan dunia kerja, kita sering menyaksikan bagaimana kebenaran menjadi sesuatu yang justru ditakuti, dijauhi, bahkan dimusuhi.
Mengapa kebenaran begitu mengganggu?
Jawabannya sederhana, karena kebenaran itu terang. Ia menyinari sudut-sudut gelap yang selama ini sengaja disembunyikan. Ketika seseorang membawa kebenaran ke ruang publik, maka secara otomatis ia sedang menantang kenyamanan semu yang dibangun dari kebohongan.
Pembohong Butuh Kedamaian Semu
Dalam kacamata semiotika, kebohongan tidak hanya terucap dalam kata-kata, tetapi juga dibangun lewat simbol, narasi, bahkan gestur kekuasaan. Mereka yang berkuasa atas narasi akan menciptakan “kebenaran semu” demi kenyamanan mereka sendiri.
Tapi kebohongan selalu rapuh. Ia perlu dijaga dengan sensor, tekanan, atau propaganda. Begitu muncul seseorang yang membawa kebenaran, sistem itu mulai retak.
Sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal yang disiksa dan dipenjara karena menolak mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, demi mempertahankan aqidah, padahal para ulama besar lainnya telah tunduk pada tekanan. Tapi sejarah justru memuliakan mereka yang memilih jalan penuh luka demi kebenaran.
Kita di Pihak Mana?
Dalam dunia kerja, politik, media sosial, dan masyarakat, selalu ada pilihan ikut arus kebohongan atau berdiri bersama kebenaran. Namun perlu kita pahami, memperjuangkan kebenaran tidak menjamin keselamatan duniawi. Tapi ia menjaga kemuliaan nurani.
Diam Bukan Lagi Pilihan
Dalam realitas sosial kita hari ini, terlalu banyak orang cerdas yang memilih diam demi “kenyamanan”. Tapi diam dalam situasi kebohongan bukanlah netralitas, melainkan bentuk pembiaran yang melanggengkan ketidakadilan. Menyuarakan kebenaran memang penuh risiko, namun justru di sanalah harga diri seorang manusia diuji.
Jika kita mengamini kutipan Orwell, maka kita sadar bahwa memperjuangkan kebenaran bukan sekadar sikap, tapi adalah pemberontakan terhadap penindasan mental dan moral.
Refleksi untuk Kita Semua
Apakah hari ini kita sedang berada di pihak kebenaran, atau kita justru menjadi penikmat kenyamanan di bawah bayang-bayang kebohongan?
Kita semua sedang diuji, apakah menjadi bagian dari kenyamanan palsu, atau menjadi suara yang menggugah kesadaran.
George Orwell telah memberi isyarat bahwa perjuangan atas kebenaran tidak pernah mudah, tapi selalu bermakna. Mari kita kuatkan diri untuk menjadi cahaya, meskipun kecil yang sanggup menembus kegelapan.