18 Juni 2025
Opini

Dana Desa di Pidie Jaya: Kenapa Semua Programnya Seragam?

Foto : Miswar, SE, Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) | LIPUTAN GAMPONG NEWS

OPINI - Dana desa lahir sebagai solusi untuk mempercepat pembangunan berbasis kebutuhan lokal. Namun, apa yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya justru mencerminkan hal yang bertolak belakang. Dari 222 desa yang ada, hampir seluruhnya memiliki usulan program yang seragam. Hal ini bukanlah kebetulan, melainkan indikasi kuat bahwa kebijakan dana desa di daerah ini dikendalikan dari atas. Jika benar demikian, maka pertanyaannya siapa yang sebenarnya menentukan arah pembangunan desa? Keuchik, Camat, DPMG, Pemerintah Kabupaten, atau ada pihak lain yang lebih berkuasa?

Jika semua desa memiliki program yang sama, maka jelas terjadi penyimpangan dalam prinsip otonomi desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa secara tegas memberikan hak kepada desa untuk menentukan sendiri kebijakan pembangunannya berdasarkan musyawarah dan kebutuhan warganya. Namun, jika program yang diusulkan seragam, ini menandakan ada pola sentralisasi yang justru melemahkan kewenangan desa. Pembangunan desa bukanlah sekadar menggugurkan kewajiban administratif, tetapi harus berbasis pada potensi dan masalah spesifik yang dihadapi oleh masing-masing desa.

Keseragaman ini juga membuka ruang bagi praktik yang tidak sehat. Jika seluruh desa mengusulkan program yang sama, maka proses pengadaan barang dan jasa bisa saja dikuasai oleh kelompok tertentu. Bayangkan jika proyek infrastruktur atau pelatihan masyarakat dikendalikan oleh penyedia yang sama di semua desa. Bukannya mempercepat pembangunan, justru ini bisa menjadi celah bagi praktik monopoli dan penyalahgunaan anggaran. Apakah program ini benar-benar untuk rakyat, atau hanya menguntungkan segelintir pihak?

Lebih ironisnya, musyawarah desa yang seharusnya menjadi forum tertinggi dalam menentukan prioritas pembangunan desa justru berubah menjadi formalitas. Warga hanya diundang untuk mendengar keputusan yang sudah disusun sebelumnya. Jika begini keadaannya, lalu di mana letak demokrasi desa? Otonomi desa seharusnya memberi ruang bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembangunan, bukan sekadar menjadi saksi dari keputusan yang sudah diatur dari atas.

Keseragaman program juga berpotensi menghasilkan proyek-proyek yang tidak efektif. Berapa banyak infrastruktur desa yang dibangun tetapi tidak benar-benar dibutuhkan? Berapa banyak program pelatihan yang dilaksanakan tetapi tidak memberikan manfaat nyata? Permendesa Nomor 7 Tahun 2023 sudah menegaskan bahwa dana desa harus digunakan secara transparan dan berbasis kebutuhan desa. Jika kebijakan ini dilanggar, maka yang akan dirugikan adalah masyarakat desa itu sendiri.

Lebih jauh, kondisi ini juga membuka peluang bagi berbagai bentuk penyimpangan, mulai dari penggelembungan anggaran, proyek yang dikerjakan asal-asalan, hingga dugaan jual-beli proyek di tingkat desa. Tak heran jika ada perangkat desa atau pejabat yang tiba-tiba hidup lebih sejahtera, sementara kondisi desa tetap stagnan. Jika ada oknum yang bermain dalam dana desa, maka ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga kejahatan terhadap hak masyarakat yang harus diusut tuntas.

Masyarakat desa di Pidie Jaya harus lebih kritis dan aktif mengawal penggunaan dana desa. Jangan ragu untuk bertanya jika ada program yang dirasa tidak sesuai kebutuhan. Jika ada indikasi penyimpangan, jangan diam segera laporkan kepada aparat penegak hukum. Dana desa bukan milik pejabat, bukan hak kelompok tertentu, tetapi uang rakyat yang harus digunakan untuk kepentingan rakyat. Semakin transparan pengelolaan dana desa, semakin besar manfaat yang bisa dirasakan masyarakat.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, jangan harap desa akan maju sesuai harapan. Regulasi sudah ada, tetapi tanpa pengawasan ketat dan partisipasi aktif dari masyarakat, dana desa bisa saja terus disalahgunakan. Pemerintah daerah, aparat hukum, dan masyarakat harus bekerja sama memastikan bahwa dana desa benar-benar digunakan untuk pembangunan yang berkelanjutan dan bukan sekadar alat kepentingan kelompok tertentu. Otonomi desa bukan sekadar kata-kata, tetapi hak yang harus ditegakkan!

Oleh : Miswar, SE
Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bireuen
Pemerhati Desa, Warga Pidie Jaya, Aceh