ASN: Buruh Berpakaian Rapi, Bukan Tuan Birokrasi
Oleh: Fakhrurrazi, Si Buruh Rakyat
OPINI - Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional—sebuah momen untuk menghargai keringat dan kerja keras para pekerja di segala lini kehidupan. Namun, ada satu kelompok yang kadang merasa bukan bagian dari itu: Aparatur Sipil Negara (ASN).
Padahal sejatinya, ASN tak lebih dari buruh yang berseragam rapi. Kita digaji setiap bulan dari uang rakyat—bukan dari laba perusahaan, bukan dari keuntungan pribadi, melainkan dari pajak petani, pedagang, nelayan, buruh bangunan, hingga juru parkir di sudut kota. Maka, apa yang membuat kita merasa berbeda, apalagi lebih tinggi dari mereka?
Jabatan Bukan Kemuliaan, Tapi Amanah
Sering kali kita mendapati ASN yang berjalan dengan kepala tegak, bukan karena keyakinan, tapi karena kesombongan atas jabatan. Mereka lupa bahwa jabatan bukan kemuliaan, tapi amanah yang kapan saja bisa diambil. Mereka lupa bahwa seragam bukan simbol kuasa, tapi pengingat bahwa kita adalah pelayan, bukan majikan.
Pangkat dan jabatan membuat sebagian dari kita lupa diri. Tidak sedikit ASN yang berubah setelah menduduki kursi struktural—yang dulu rendah hati, kini sulit ditemui. Yang dulu bekerja sepenuh hati, kini lebih sibuk mempertahankan posisi.
Jika ASN tidak lagi melayani, tapi minta dilayani, maka birokrasi telah kehilangan rohnya. Bukankah tujuan reformasi birokrasi adalah meletakkan rakyat sebagai pusat pelayanan?
ASN Adalah Buruh Negara
Kita perlu kembali pada kesadaran mendasar bahwa ASN adalah buruh negara. Bedanya hanya pada jenis pekerjaan dan bentuk seragam. Esensinya sama: kita adalah pekerja. Maka Hari Buruh bukan sekadar milik kuli bangunan atau pekerja pabrik, tapi juga milik kita, para abdi negara.
Kita digaji untuk melayani, bukan untuk dilayani. Kita diberi fasilitas bukan untuk bermewah-mewahan, tapi untuk mempercepat pengabdian. Kita diberi kewenangan bukan untuk menindas, tapi untuk memperbaiki hidup orang banyak.
Refleksi di Hari Buruh
Hari Buruh seharusnya menjadi cermin bagi setiap ASN. Bukan hanya untuk menghargai buruh lain, tapi juga untuk melihat ulang: sudahkah kita bekerja sebagai pelayan yang amanah, ataukah kita justru sedang memanjat tangga kuasa demi kepentingan pribadi?
Sebagai ASN, kita bukan siapa-siapa tanpa rakyat. Dan jika rakyat kehilangan kepercayaan kepada kita, maka runtuhlah seluruh bangunan birokrasi yang telah dibangun dengan susah payah.
Maka, mari tundukkan hati. Mari hapus keangkuhan dari seragam. Mari ingat kembali bahwa ASN adalah bagian dari rakyat yang bekerja untuk rakyat, dibayar oleh rakyat, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan rakyat dan Tuhan.
Selamat Hari Buruh Nasional.
Salam hormat untuk seluruh pekerja Indonesia di sawah, di pabrik, di pasar, dan di kantor-kantor pemerintahan.