18 Juli 2025
Kisah

Sekarung Beras, Seribu Doa: Kisah Politisi Azrizal Syahputra Membagi Rezeki dari Petani ke Fakir Miskin!

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDDi tengah dinamika politik yang seringkali penuh dengan pencitraan dan kepentingan, sosok Azrizal Saputra hadir bak embun penyejuk di tengah kegersangan. Politisi lokal dari Partai PAS Aceh ini bukan hanya dikenal sebagai anggota DPRK Pidie Jaya yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi II, tetapi juga sebagai dermawan sejati yang mengabdikan hidupnya untuk menebar manfaat di tengah masyarakat kecil. Berangkat dari pemahaman Islam yang mendalam dan semangat meneladani kepemimpinan sahabat Rasulullah, Saidina Umar bin Khattab, Azrizal menyalurkan hartanya tidak untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk menyambung hidup fakir miskin dan mereka yang terlupakan oleh sistem.

Di kawasan Meureudu, Azrizal memiliki sejumlah lahan sawah produktif yang tidak ia gunakan untuk kepentingan bisnis. Lahan-lahan ini ia serahkan hak garapnya kepada petani lokal yang tidak memiliki tanah namun memiliki semangat dan tenaga untuk bekerja. Dari hasil sewa lahan tersebut, para petani memberikan bagian dalam bentuk padi (sewa), yang kemudian oleh Azrizal digiling menjadi beras. Tidak berhenti sampai di situ, beras tersebut ia paketkan bersama bahan pokok lainnya seperti telur, minyak goreng, dan gula. Seluruh paket itu disalurkan langsung kepada fakir miskin, lansia yang sudah uzur, serta keluarga dhuafa yang membutuhkan uluran tangan.

Kegiatan sedekah ini tidak berlangsung musiman atau menjelang pemilu saja, melainkan telah menjadi rutinitas kemanusiaan yang ia jalani sejak jauh sebelum menjadi politisi. Azrizal menjadikan ini sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan religius, bukan sekadar pengabdian politik. Ia benar-benar menjalankan prinsip bahwa kekuasaan adalah amanah dan rezeki adalah titipan yang harus dibagikan, sebagaimana teladan para khalifah terdahulu. “Saya hanya meniru apa yang dilakukan Saidina Umar, beliau tidak tidur nyenyak sebelum memastikan rakyatnya kenyang,” ucap Azrizal saat diwawancarai, Minggu (18/5).

Sosok pria yang lahir di Samalanga, Kabupaten Bireuen, wilayah yang melekat dengan tradisi ulama dan ilmu, kini menetap di Gampong Kuta Trieng, Meureudu, Azrizal tumbuh dengan akar keislaman yang kuat. Ia bukan sekadar politisi, tetapi juga seorang santri yang aktif mengikuti pengajian mingguan yang diasuh langsung oleh Abu Mudi Samalanga, seorang ulama kharismatik Aceh. Dari pengajian itu, ia menyerap nilai-nilai tauhid, ukhuwah, dan kepedulian sosial yang menjadi dasar dari seluruh aktivitas sosialnya di tengah masyarakat.

Kepedulian Azrizal melampaui batas administratif dapilnya. Ia telah membangun sejumlah rumah layak huni bagi fakir miskin dan kaum duafa, bahkan hingga ke luar daerah pemilihannya, seperti di Kecamatan Panteraja. Ketika ada warga yang membutuhkan, ia tidak melihat lokasi atau potensi politiknya yang ia lihat hanyalah kebutuhan dan penderitaan manusia. Di matanya, semua rakyat Aceh adalah tanggung jawab bersama. Bahkan, untuk santri-santri yang tidak mampu membeli kitab, Azrizal hadir menjadi penopang agar ilmu tetap bisa diteruskan tanpa terhalang oleh kemiskinan.

Dalam semua tindakannya, Azrizal tidak pernah membawa serta kamera atau sorotan media. Ia tidak tertarik menjadi viral, ia hanya ingin menjadi bermanfaat. Menurutnya, sedekah yang tersembunyi lebih besar pahalanya di sisi Allah, tetapi di saat yang sama, ia ingin kisah ini menjadi inspirasi bagi para pemimpin lain, bahwa berbuat baik itu tidak menunggu kaya, tidak menunggu pangkat, dan tidak harus menunggu musim politik.

Langkah yang ditempuh oleh Azrizal Saputra adalah gambaran dari Islam yang hidup, Islam yang tidak hanya berhenti di mimbar, tetapi turun ke sawah, ke dapur warga miskin, dan ke rumah-rumah reyot di pelosok kampung. Di tangannya, sawah bukan hanya ladang ekonomi, tetapi juga ladang amal. Dan beras bukan hanya makanan pokok, tetapi simbol dari cinta dan kepedulian seorang pemimpin kepada rakyatnya.

Di akhir wawancara, Azrizal hanya meminta doa dari masyarakat agar ia tetap istiqamah dalam jalan ini. “Saya ini bukan siapa-siapa, hanya ingin ketika ajal tiba, ada amal jariyah yang menyelamatkan,” katanya pelan. Dan lewat langkah-langkah seperti ini, tampaknya Allah memang telah membukakan jalan baginya untuk menabur pahala melalui ladang-ladang kecil yang ia titipkan kepada petani, dan berakhir di meja makan keluarga miskin yang tersenyum karena masih ada pemimpin yang peduli. (TS)