17 Juni 2025
Kisah

Mahir Menabuh, Kepiawaian Wabup Pidie Jaya di Panggung Rapai!

LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Di bawah sinar rembulan Pidie Jaya yang menggantung di langit malam, denting rapai mulai mengalun lirih, lalu membuncah. Dan di tengah lingkaran seniman dan rakyat, berdirilah Hasan Basri, Wakil Bupati yang bukan sekadar pemangku kebijakan, tapi juga penabuh irama warisan. Tangannya menari lincah di atas permukaan kulit rapai, menabuh bukan dengan kekuatan, melainkan dengan jiwa. Suara yang lahir dari rapai bukan bunyi, ia adalah bahasa hati, dan Hasan Basri memahaminya dengan sepenuh rasa.

Rapai Bubee yang dimainkan malam itu bukan sekadar pertunjukan, melainkan sakralitas yang hidup kembali dari lorong-lorong waktu. Dalam setiap tabuhan Hasan Basri, terpatri kisah para pendahulu, napas kampung halaman, dan denyut nadi masyarakatnya. Tak ada kegugupan, tak ada keraguan, seolah rapai memang telah menjadi perpanjangan jiwanya sejak kecil di Trienggadeng, tempat ia pertama kali menyentuh tradisi dengan rasa hormat dan cinta.

Langkahnya selaras dengan irama, tubuhnya menyatu dengan gema. Kala rapai bergema dari pangkuannya, deburannya menghantam dada para penonton, membawa mereka pada kenangan masa kecil, pada suara ibu yang melantunkan syair, pada pesta kampung yang bersahaja. Ia bukan hanya memainkan alat, ia membangkitkan kembali sejarah yang nyaris diam dalam debu.

Para syeh dan seniman tua yang hadir hanya bisa mengangguk-mengakui keaslian. “Ini bukan sekadar pemimpin,” ujar Syeh di Nanggroe Meureudu dengan mata berbinar, “ini anak kandung budaya kita. Ia tidak belajar untuk tampil, tapi tumbuh di dalam irama.” Rapai Bubee bukan hiburan baginya, tapi kehormatan. Ia memainkannya dengan sikap rendah hati, seolah menunduk pada warisan yang lebih besar dari dirinya.

Dan ketika rapai dimainkan, Hasan Basri tetap duduk tenang dalam pusaran energi tradisi itu. Seolah tubuhnya telah diselimuti karunia para leluhur, ia bergerak tanpa gentar, tidak untuk menunjukkan kepiawaian, tetapi untuk menyampaikan pesan, bahwa seni tradisi bukan untuk ditinggalkan, melainkan untuk dihidupi.

Malam itu, di panggung rakyat yang sederhana tapi sakral, Hasan Basri bukan seorang pejabat. Ia menjelma menjadi penjaga gerbang budaya, penabuh waktu, dan penyambung ruh antara masa lalu dan masa depan. Rapai Bubee yang ia mainkan bukan hanya nada, ia adalah janji yang ditabuh dalam-dalam: bahwa selama irama ini masih bergema, identitas Pidie Jaya akan tetap berdiri dengan bangga. (TS)