Sugesti Ayah, Warisan Keberanian Kakak
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Di balik senyuman dan toga kehormatan yang dikenakan Fira hari itu, tersimpan kisah perjuangan seorang kakak yang tidak hanya menuntut ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan yang berani dan bermakna. Nafisatul Maghfirah, atau yang akrab dipanggil Fira, bukan hanya sekadar santriwati yang telah menyelesaikan enam tahun perjalanan di Pesantren Ummul Ayman, ia adalah simbol keberanian, keteguhan, dan kasih sayang yang tulus kepada sang adik, Ghaaziyah Dini Islami, atau Dek Dini.
Sejak kecil, dalam benaknya telah tertanam kuat kalimat sugesti dari sang ayah:
"Yang penting berani tampil, soal juara tidak penting."
Kalimat sederhana itu menjadi kunci yang membuka banyak pintu kesempatan dalam hidup Fira. Ia tak pernah ragu untuk tampil, mencoba, dan mengambil peran. Di pesantren, Fira dikenal aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Ia bukan tipe yang mengejar piala, namun entah mengapa, sering kali namanya muncul di jajaran tiga besar dan juga juara kelas peringkat 3. Trofi demi trofi pun menjadi saksi dari keberanian dan konsistensinya.
Di tahun terakhirnya, tanggung jawab semakin besar. Fira dipercaya menjadi anggota bidang hama’ah, sebuah amanah yang tak semua santri dapat emban. Ia juga sering berdiri di barisan depan sebagai imam shalat, membimbing teman-temannya dengan suara yang mantap dan hati yang khusyuk. Bagi Fira, setiap kesempatan adalah ladang amal dan proses belajar, bukan sekadar ajang pembuktian.
Setiap kali Fira pulang dan bertemu dengan Dek Dini sang adik yang lembut, pendiam, dan pemalu, ia selalu menyelipkan kembali kalimat sakti ayahnya:
"Yang penting berani tampil, Dek."
Bukan untuk memaksa, tetapi untuk menanamkan keberanian yang dulu juga ditanamkan padanya. Sebab Fira tahu, setiap anak punya caranya sendiri untuk bersinar, dan tugas kakak adalah menjadi penunjuk jalan, bukan pengatur arah.
Kini, Dek Dini sedang bersiap memasuki babak baru, melanjutkan pendidikan ke MTsN. Ia membawa harapan dan mungkin juga bayang-bayang langkah sang kakak. Tapi Fira tak pernah ingin Dini menjadi bayangannya. Ia ingin Dini menjadi dirinya sendiri yang lembut tapi berani, yang pemalu tapi tangguh.
Di antara karangan bunga, toga, dan mahkota kelulusan, berdiri dua sosok berbeda tapi saling melengkapi. Fira, sang pelopor, sang imam, sang pemberani. Dan Dini, sang penerus, sang penenang, sang cahaya baru. Mereka adalah dua sisi, tumbuh bersama dalam cahaya ilmu dan nilai yang ditanam dengan kasih sayang. (Fr)