16 November 2025
Opini

Selamat Datang Sayid Muhammad: Negeri Japakeh Menagih Janji Penegakan Hukum yang Tak Bisa Dibeli

OPINI - Pergantian pucuk pimpinan di Kejaksaan Negeri Pidie Jaya, Rabu malam (12/11/2025), bukan sekadar seremoni serah terima jabatan di Pendopo Bupati. Di balik senyum formal dan sambutan penuh hormat, tersimpan harapan besar dan kegelisahan rakyat. Sosok baru, Sayid Muhammad, kini duduk di kursi Kajari Pidie Jaya, kursi yang bukan hanya simbol kekuasaan, tapi juga amanah rakyat Negeri Japakeh untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Pidie Jaya, atau yang kerap disebut Negeri Japakeh, bukan daerah sembarangan. Julukan itu lahir dari warisan ulama besar Tgk. Jalaluddin Al Qusyasyi, atau Tgk. Japakeh, simbol ketegasan, keadilan, dan marwah ilmu di Aceh. Tapi kini, di tanah yang pernah disegani karena keteguhan moral dan hukum Islamnya itu, rakyat justru mempertanyakan, masihkah Japakeh bermata tajam seperti dulu, atau sudah tumpul oleh kepentingan kekuasaan dan uang pelicin?

Kedatangan Kajari baru menjadi momen yang menentukan. Masyarakat menaruh harapan besar agar hukum tidak lagi jadi permainan elite. Pidie Jaya butuh penegak hukum yang berani, bukan sekadar penonton di tengah riuh aroma dugaan korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan fee proyek yang dibisikkan di ruang-ruang gelap kekuasaan. Rakyat sudah muak melihat dana publik menguap entah ke mana, sementara pembangunan berjalan di tempat.

Di tengah sorotan publik, Sayid Muhammad dihadapkan pada tantangan besar untuk menegakkan hukum di tanah yang konon masih dilingkari lingkaran dugaan korupsi. Dugaan mark-up anggaran, kegiatan tak tepat sasaran, hingga “balik modal” pejabat yang sudah menjadi rahasia umum, menunggu untuk diungkap. Masyarakat ingin Kejari tak hanya hadir sebagai simbol, tetapi sebagai palu keadilan yang benar-benar diketuk dengan nurani.

Peran kejaksaan di era ini tidak cukup hanya mengawasi administrasi proyek atau menandatangani berkas rutin. Ia harus menelusuri akar-akar penyelewengan, menggali bukti, dan memastikan bahwa setiap rupiah uang rakyat digunakan sebagaimana mestinya. Sebab, di Pidie Jaya, setiap jalan yang rusak, setiap bangunan mangkrak, dan setiap warga miskin yang tak tersentuh bantuan sosial adalah cermin dari kebocoran keadilan yang gagal ditegakkan.

“Mata Hoe Soe Meutaga,” begitu pepatah Aceh menggambarkan ketegasan orang Meureudu Pidie Jaya: mata yang tajam, pandangan yang jernih, dan suara lantang keberanian untuk menegakkan kebenaran. Spirit inilah yang seharusnya mengalir dalam darah setiap penegak hukum di tanah ini, terutama bagi Sayid Muhammad yang kini membawa tongkat komando Kejari. Rakyat menunggu, bukan dengan tepuk tangan, tapi dengan pengawasan tajam, apakah Kajari baru benar-benar berani menjadi sosok “mata hoe soe meutaga” dalam menelanjangi dugaan korupsi.

Pidie Jaya bukan tak punya cerita. Dari proyek jalan hingga pengadaan, dari dana desa hingga bayang-bayang penyimpangan selalu membayangi. Kini rakyat berharap, Sayid Muhammad bisa mengubah wajah Kejaksaan menjadi lembaga yang kembali disegani, bukan hanya ditakuti karena ancaman hukuman, tapi dihormati karena keberanian menegakkan kebenaran.

Selamat datang di Negeri Japakeh, Sayid Muhammad. Negeri yang dulu menjunjung hukum lebih tinggi dari kekuasaan, kini menunggu tangan tegasmu untuk menyalakan kembali obor keadilan. Sebab, jika hukum di Pidie Jaya bisa dibeli, maka keadilan akan menjadi barang mewah yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang berkuasa. Dan di negeri para ulama ini, pengkhianatan terhadap keadilan adalah dosa yang paling besar. (TS)