18 Juni 2025
Opini

Racun yang Paling Mematikan adalah Pujian

Foto : Dok. Google Image | LIPUTAN GAMPONG NEWS

Oleh: Dahlan – Owner Pidie Jaya 2 Perabot

OPINI - Pujian adalah sesuatu yang sering kali dianggap sebagai penghargaan atau bentuk apresiasi atas pencapaian seseorang. Namun, di balik kata-kata manis itu, tersimpan bahaya yang tak kalah mematikan dibandingkan kritik. Pujian yang berlebihan dapat menjadi racun yang menghancurkan karakter seseorang, terutama jika diterima tanpa kesadaran diri yang cukup. Ini adalah racun yang bekerja secara perlahan, merusak pola pikir dan membentuk ilusi kehebatan yang berlebihan.

Seseorang yang terbiasa menerima pujian tanpa filter akan mulai kehilangan objektivitas terhadap dirinya sendiri. Ia merasa telah mencapai titik sempurna dan tak perlu lagi belajar atau berusaha lebih baik. Padahal, setiap pencapaian hanyalah awal dari tantangan berikutnya. Pujian yang terus-menerus diterima dapat menciptakan rasa nyaman yang menyesatkan, membuat seseorang terlena dalam zona aman tanpa menyadari bahwa dunia terus bergerak maju.

Lebih berbahaya lagi, pujian sering kali menjadi alat manipulasi yang digunakan oleh orang-orang berkepentingan. Dalam dunia bisnis, politik, maupun sosial, tidak sedikit orang yang dengan mudah memberikan pujian hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Mereka yang tidak waspada akan menjadi korban, termakan oleh ilusi kesuksesan semu dan akhirnya kehilangan arah dalam mengambil keputusan. Banyak pemimpin yang jatuh bukan karena kurangnya kemampuan, tetapi karena terlalu banyak dikelilingi oleh para penjilat yang hanya memberi pujian tanpa kritik yang membangun.

Contoh nyata dari bahaya pujian ini bisa kita lihat pada pejabat yang anti kritik. Mereka dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mengagungkan mereka, tanpa pernah memberi masukan yang objektif. Akibatnya, mereka merasa selalu benar, tidak bisa menerima saran, dan bahkan menganggap kritik sebagai ancaman. Banyak pemimpin daerah, bahkan pejabat tinggi, yang kehilangan kepekaan terhadap aspirasi rakyat karena terlalu sering dipuji oleh lingkaran terdekatnya. Alih-alih memperbaiki kebijakan yang kurang tepat, mereka justru membungkam suara yang berbeda.

Di sisi lain, pujian yang tidak seimbang juga bisa membentuk generasi yang rapuh. Jika anak-anak atau karyawan hanya mendapatkan pujian tanpa evaluasi yang objektif, mereka akan sulit menerima kegagalan di kemudian hari. Mentalitas ini membuat mereka kurang siap menghadapi tantangan dan kritik yang sesungguhnya bisa menjadi pemicu untuk berkembang. Dalam dunia kerja, seseorang yang terbiasa dipuji tanpa dasar akan lebih sulit menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang lebih baik atau lebih kompeten darinya.

Bukan berarti pujian harus dihindari sepenuhnya. Pujian yang diberikan dengan tulus dan proporsional tetap diperlukan untuk meningkatkan semangat dan motivasi. Namun, setiap individu harus belajar memilah antara pujian yang membangun dan yang berpotensi menjadi jebakan. Kesadaran diri dan introspeksi menjadi kunci agar seseorang tidak terbuai oleh pujian yang hanya meninabobokan. Jangan sampai kata-kata manis justru menjadi belenggu yang menghambat pertumbuhan dan keberhasilan sejati. Kritik yang jujur dan objektif sering kali lebih bermanfaat daripada pujian yang berlebihan dan menyesatkan.