Penahanan Ijazah oleh Perusahaan: Perbudakan Gaya Baru di Dunia Kerja
Foto : Dok. Google Image/Ilustrasi | LIPUTAN GAMPONG NEWS
Oleh: Teuku Saifullah, SE – Alumni Fakultas Ekonomi Unsyiah, Warga Pidie Jaya, Aceh
OPINI - Di era di mana hak asasi manusia dan keadilan sosial kerap dielu-elukan sebagai prinsip dasar pembangunan, masih ada praktik kelam yang mencederai harkat pekerja yakni penahanan ijazah oleh perusahaan. Praktik ini bukan hanya melanggar norma hukum, tetapi juga menampar logika kemanusiaan. Ijazah, sebagai dokumen pribadi dan hasil perjuangan akademik seseorang, tak semestinya menjadi alat tekan dalam relasi industrial.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak perusahaan yang menahan ijazah karyawannya dengan dalih sebagai jaminan agar tidak "kabur". Padahal, penahanan itu sejatinya adalah jerat halus yang memaksa pekerja bertahan dalam posisi yang tidak setara, tanpa pilihan, dan tanpa masa depan yang pasti. Tak sedikit dari mereka yang akhirnya kehilangan peluang kerja yang lebih baik, bahkan tidak bisa melanjutkan pendidikan karena dokumen mereka ‘disandera’ oleh pihak yang justru seharusnya memberi perlindungan.
Dari perspektif hukum, tindakan tersebut jelas ilegal. Tidak ada satu pasal pun dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang membenarkan penahanan dokumen pribadi pekerja. Bahkan, dalam kacamata pidana, hal ini dapat dikualifikasikan sebagai penggelapan. Namun, lemahnya penegakan hukum serta minimnya edukasi terhadap pekerja membuat praktik ini terus berlangsung dan menjadi semacam "kebiasaan" yang diterima secara paksa.
"Yang lebih menyedihkan adalah ketika penahanan ijazah dilakukan oleh oknum direktur perusahaan yang juga menjabat sebagai pejabat publik. Ini adalah ironi yang menyesakkan. Seorang pejabat publik seharusnya menjadi panutan dalam menjunjung hukum dan etika. Ketika mereka justru menjadi pelaku pelanggaran hak pekerja, maka kita sedang menghadapi krisis kepercayaan yang serius terhadap institusi negara."
Sebagai respons atas maraknya laporan dan desakan publik, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli pada Selasa, 20 Mei 2025 menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 tentang Larangan Penahanan Ijazah dan/atau Dokumen Pribadi Milik Pekerja/Buruh oleh Pemberi Kerja. Surat Edaran ini mempertegas bahwa penahanan dokumen pribadi pekerja adalah bentuk pelanggaran hukum yang tidak bisa ditoleransi dan meminta seluruh pemberi kerja agar segera mengembalikan dokumen yang ditahan. Ini adalah langkah maju, namun implementasi di lapangan masih perlu diawasi dengan ketat dan konsisten.
Dalam kasus seperti ini negara tidak boleh diam. Pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan dan aparat penegak hukum, harus bersikap tegas. Dinas Tenaga Kerja di daerah harus lebih responsif dan aktif memantau perusahaan-perusahaan yang terindikasi melakukan praktik tidak manusiawi ini. Jangan biarkan jerat seperti ini terus menjebak generasi pekerja muda dalam ketakutan dan ketidakberdayaan.
Penahanan ijazah adalah wajah buram dunia kerja kita. Jika kita ingin membangun tatanan ketenagakerjaan yang adil, bermartabat, dan berperikemanusiaan, maka praktik ini harus dihentikan sesegera mungkin dan tanpa kompromi.