Mengalirkan Hidup di Tengah Kesempitan: Donor Darah sebagai Ibadah Sosial
Oleh : Qausar
"No one has ever become poor by giving."
~ Anne Frank
OPINI - Di tengah keterhimpitan ekonomi dan kantong yang semakin kering, sebagian orang mungkin berpikir bahwa mereka tak lagi mampu memberi. Namun, ada satu bentuk pemberian yang tak perlu kekayaan: donor darah. Ini adalah bentuk paling nyata dari ibadah sosial tindakan kecil yang berdampak besar, bukan hanya bagi yang menerima, tapi juga bagi yang memberi.
Salah satu contoh teladan adalah Fakhrurrazi, Pengurus Masyarakat Pidie Jaya Peduli. Sejak tahun 2000, ia telah menjadi pendonor darah rutin. Dua puluh tahun lebih konsisten memberikan darah bukan hanya menunjukkan kepedulian yang dalam, tetapi juga membuktikan bahwa aksi kemanusiaan tidak harus menunggu kaya atau lapang waktu.
"Setiap kali saya donor darah, saya merasa telah memberi kehidupan, meski saya sendiri hidup sederhana," ujarnya dengan rendah hati.
Donor darah bukan sekadar tindakan medis. Ia adalah simbol cinta kasih, empati, dan solidaritas. Saat seseorang mendonorkan darahnya, ia sejatinya berkata kepada orang asing yang mungkin tak akan pernah dikenalnya: "Aku ingin kamu hidup."
Di rumah sakit, kebutuhan darah tak pernah berhenti. Pasien melahirkan, penderita kanker, anak-anak dengan thalassemia, korban kecelakaan semuanya sangat tergantung pada stok darah yang ada. Di saat itulah, para pendonor seperti Fakhrurrazi menjadi pahlawan sunyi yang menyelamatkan nyawa dalam diam.
Banyak yang mengira bahwa untuk membantu sesama kita harus kaya. Padahal, kekayaan hati jauh lebih penting daripada kekayaan materi. Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa meringankan beban seorang mukmin dari beban-beban dunia, maka Allah akan meringankan bebannya di hari kiamat." (HR. Muslim)
Donor darah adalah bagian dari meringankan beban itu. Dan menariknya, tubuh manusia punya kemampuan luar biasa untuk memproduksi kembali darah yang hilang. Artinya, semakin banyak kita memberi, tubuh kita akan semakin sehat jiwa pun semakin tenang.
Di masa serba sulit seperti sekarang, mari meneladani semangat para pendonor seperti Fakhrurrazi. Ia membuktikan bahwa meski hidup dalam kesederhanaan, kita tetap bisa bermurah hati. Meski kantong kering, kita masih punya sesuatu yang sangat berharga: darah yang bisa menyelamatkan hidup orang lain.
Mari jadikan donor darah sebagai ibadah sosial.
Karena memberi kehidupan tak harus menunggu kaya.