28 September 2025
News

Lomba Literasi Pidie Jaya: Menang Jadi Berita, Hadiah Masih Cerita

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDMenang lomba mestinya disambut dengan senyum, bukan dengan kerutan dahi. Itulah yang kini dirasakan para juara lomba konten literasi Pidie Jaya. Tiga pekan pasca-pengumuman pemenang, hadiah senilai Rp19 juta plus trofi masih jadi misteri. Euforia kemenangan pun berubah jadi drama menunggu yang lebih panjang daripada antrean minyak goreng subsidi.

Lomba ini awalnya dielu-elukan sebagai gebrakan kreatif Dinas Arsip dan Perpustakaan Pidie Jaya. Bayangkan, 50 peserta ikut berkompetisi, ide-ide literasi bertebaran, dan pemenang diumumkan gegap gempita di media sosial sejak 5 September 2025. Nama-nama juara pun sudah tercetak rapi, mulai dari Muhammad Faza, Mursyidah, hingga Ubaidillah. Tapi apa daya, piala belum tampak batang hidungnya, apalagi lembaran rupiah yang dijanjikan.

Skema hadiah terdengar manis: juara 1 Rp5 juta, juara 2 Rp4 juta, juara 3 Rp3 juta, dan tujuh juara favorit masing-masing Rp1 juta. Lengkap dengan trofi yang konon bisa dipajang di ruang tamu. Namun, kenyataannya para pemenang hanya memajang pesan WhatsApp “sedang diproses” dari panitia. Uang hadiah entah di mana, trofi pun seakan ikut hilang ditelan birokrasi.

Salah satu pemenang mengaku kesal. “Kami hanya ingin transparansi. Kalau memang ada masalah anggaran, katakan. Jangan diam saja,” ujarnya. Kritik ini menggambarkan kekecewaan yang kian membesar. Lomba literasi yang mestinya mendidik kejujuran justru berisiko jadi literasi tentang janji palsu.

Ironisnya, lomba ini sempat dipromosikan sebagai batu loncatan pemenang utama menuju tingkat nasional. Namun, jangankan melaju ke level nasional, melangkah ke bank untuk mencairkan hadiah saja belum bisa. Publik mulai bertanya-tanya, apakah semangat literasi di Pidie Jaya hanya berhenti di level caption medsos?

Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Arsip dan Perpustakaan Pidie Jaya belum memberikan keterangan resmi. Para pemenang menyatakan mereka tak butuh kata-kata manis lagi, cukup bukti nyata. Sebab literasi tanpa akuntabilitas hanya akan jadi cerita yang memalukan dan sepertinya, itu justru sedang ditulis dengan tinta birokrasi. (**)