Kasus Penggelapan Sepeda Motor di Pidie Jaya Berakhir Damai
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Di tanah Aceh yang dikenal dengan falsafah “Adat Bak Po Teumeureuhom, Hukom Bak Syiah Kuala, Qanun Bak Putroe Phang, Reusam Bak Laksamana”, jalan damai selalu menjadi pilihan mulia untuk merajut kembali silaturahmi yang sempat retak. Hal inilah yang tampak dalam penyelesaian kasus dugaan penggelapan sepeda motor di wilayah hukum Polsek Meureudu, Polres Pidie Jaya, yang berakhir dengan perdamaian melalui jalur restorative justice, Jumat (19/9).
Kapolres Pidie Jaya, AKBP Ahmad Faisal Pasaribu, melalui Kapolsek Meureudu, Iptu Mustafa Kamal, menjelaskan bahwa kasus tersebut bermula dari laporan polisi tertanggal 29 Juli 2025. Saifuddin bin Armansyah melaporkan dua terlapor, PE dan NR, atas dugaan penggelapan sepeda motor di sebuah kilang kayu, Desa Manyang Lancok, Kecamatan Meureudu. Namun, alih-alih berakhir di meja hijau, kasus ini justru ditutup dengan tangan yang saling berjabat dan hati yang kembali bersatu.
Proses mediasi dilakukan di Mapolsek Meureudu dengan menghadirkan keluarga, perangkat gampong, dan saksi-saksi. Layaknya musyawarah adat Aceh, pihak-pihak yang berselisih duduk dalam satu lingkaran, saling mendengar, saling menundukkan ego, hingga akhirnya tercapai kata sepakat. PE dan NR mengakui perbuatannya, memohon maaf secara terbuka kepada Saifuddin, dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Sepeda motor Honda Beat BL 5271 OM milik korban, yang sebelumnya sempat berpindah tangan, akhirnya dikembalikan dalam kondisi baik dan lengkap oleh Unit Reskrim Polsek Meureudu. Lebih dari sekadar benda yang kembali, perdamaian itu menghadirkan rasa lega bagi semua pihak. Air mata haru pun menjadi saksi ketika keluarga saling memaafkan, meninggalkan luka lama demi kedamaian yang lebih besar.
Dalam adat Aceh, perdamaian bukan sekadar kesepakatan hitam di atas putih, melainkan ikrar yang dijaga oleh seluruh elemen gampong. Surat pernyataan yang ditandatangani kedua pihak menjadi simbol, namun yang jauh lebih bermakna adalah sumpah dalam hati untuk tidak mengulang kesalahan. Dengan demikian, kasus ini tidak lagi menjadi bara dendam, melainkan pelajaran bersama.
“Penyelesaian perkara melalui restorative justice ini sejalan dengan prinsip kepolisian yang mengedepankan pendekatan humanis, apalagi mengingat kedua belah pihak masih memiliki hubungan keluarga,” ungkap Kapolsek Meureudu, Iptu Mustafa Kamal. Baginya, hukum yang ditegakkan dengan hati, dipadukan dengan adat yang dijunjung tinggi, akan melahirkan keadilan yang lebih bermartabat.
Kisah ini sekali lagi membuktikan bahwa Aceh dengan adatnya selalu menawarkan jalan damai. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, nilai kekeluargaan tetap menjadi pondasi yang kokoh, menjaga masyarakat agar tidak tercerai-berai. Merajut persaudaraan adalah jalan terbaik menuju keberkahan. (**)