Gempa Aceh 2004 Jauh Lebih Dahsyat dari Gempa Myanmar 2025: Jawaban atas Perdebatan Panjang di Media Sosial
Oleh: Fakhrurrazi, S.ST., M.Si - Alumni Magister Ilmu Bencana Universitas Syiah Kuala (USK)
Gempa Bumi: Ancaman Nyata yang Terus Berulang
OPINI - Gempa bumi adalah bencana alam yang terjadi akibat pergerakan lempeng tektonik di dalam bumi. Indonesia dan negara-negara di sekitar Cincin Api Pasifik sering mengalami gempa besar dengan dampak yang signifikan. Baru-baru ini, dunia dikejutkan oleh gempa Myanmar 28 Maret 2025 yang mengguncang kawasan Asia Tenggara. Kejadian ini mengingatkan kita pada gempa Pidie Jaya 2016 yang memiliki karakteristik serupa. Jika infrastruktur di Pidie Jaya saat itu setara dengan yang ada di Myanmar saat ini, apakah dampak kerusakannya akan lebih besar? Dan yang lebih penting, apakah kita sudah benar-benar siap menghadapi gempa besar berikutnya?
Perdebatan pun mencuat di media sosial setelah sejumlah warga Myanmar mengklaim bahwa gempa Myanmar 2025 lebih dahsyat dari gempa Aceh 2004. Tulisan ini hadir untuk menjawab klaim tersebut dengan fakta ilmiah.
Gempa Aceh 2004: Tragedi Megathrust yang Mengguncang Dunia
Gempa bumi Aceh 26 Desember 2004 merupakan gempa tektonik jenis megathrust, yang terjadi akibat tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia di zona subduksi. Dengan magnitudo 9,1–9,3 dan kedalaman 30 km, gempa ini memicu tsunami raksasa yang menerjang pesisir Samudra Hindia. Lebih dari 230.000 orang tewas di berbagai negara, menjadikannya salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah modern.
Dampaknya tidak hanya dirasakan di Aceh, tetapi juga di Thailand, Sri Lanka, India, bahkan hingga pantai timur Afrika. Bencana ini menjadi pengingat betapa dahsyatnya kekuatan alam dan pentingnya sistem peringatan dini tsunami serta infrastruktur yang tahan gempa.
Dibandingkan dengan gempa Myanmar 2025, perbedaan mendasar dari gempa Aceh 2004 adalah:
Magnitudonya jauh lebih besar, mencapai 9,1–9,3 dibandingkan 7,7 pada gempa Myanmar.
Gempa ini terjadi di zona subduksi lempeng, yang menyebabkan pergerakan vertikal dan memicu tsunami besar.
Dampaknya dirasakan secara global, bukan hanya di wilayah episentrum.
Pidie Jaya 2016 dan Myanmar 2025: Bahaya dari Gempa Sesar Aktif
Gempa Pidie Jaya 7 Desember 2016 adalah gempa tektonik akibat aktivitas sesar aktif, dengan magnitudo 6,5 dan kedalaman hanya 10 km. Gempa ini berasal dari pergerakan Sesar Samalanga-Sipopok yang berada di daratan Aceh. Karena pusatnya yang sangat dangkal, dampaknya terhadap bangunan dan infrastruktur sangat signifikan, menyebabkan ribuan rumah serta fasilitas umum seperti masjid dan sekolah hancur.
Gempa Myanmar 2025 juga merupakan gempa tektonik akibat aktivitas sesar aktif, dengan magnitudo 7,7 dan kedalaman 15 km. Pergerakan pada sesar strike-slip di Myanmar menyebabkan guncangan hebat yang merusak banyak bangunan dan mengganggu aktivitas ekonomi. Meskipun lebih besar dari gempa Pidie Jaya, dampaknya tetap tidak sebanding dengan gempa Aceh 2004 karena tidak menimbulkan tsunami.
Jika saat itu Pidie Jaya memiliki infrastruktur seperti Myanmar saat ini, dampak kerusakan bisa jauh lebih besar mengingat episentrum gempa yang sangat dangkal dan kondisi bangunan yang belum seluruhnya memenuhi standar tahan gempa.
Mengapa Klaim Gempa Myanmar 2025 Lebih Dahsyat Tidak Berdasar?
1. Magnitudo yang Berbeda Jauh – Gempa Aceh 2004 memiliki magnitudo 9,1–9,3, jauh lebih besar dibandingkan gempa Myanmar 2025 yang hanya 7,7.
2. Jenis Gempa Berbeda – Gempa Aceh merupakan gempa megathrust dengan dampak tsunami global, sedangkan gempa Myanmar adalah gempa sesar aktif tanpa potensi tsunami besar.
3. Skala Kerusakan dan Korban Jiwa – Gempa Aceh menewaskan lebih dari 230.000 orang, sedangkan korban jiwa pada gempa Myanmar 2025 jauh lebih sedikit.
4. Dampak Global – Gempa Aceh mempengaruhi banyak negara di dunia, sementara dampak gempa Myanmar lebih terlokalisasi di negara tersebut.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Gempa Myanmar 2025 dan Pidie Jaya 2016 harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Pemerintah dan masyarakat harus lebih serius dalam memperkuat bangunan, meningkatkan kesiapsiagaan, serta memperbaiki sistem tanggap darurat. Jangan menunggu hingga bencana besar berikutnya datang dan baru menyesal. Kesadaran dan aksi nyata adalah kunci untuk mengurangi risiko bencana di masa depan.
Bagi masyarakat yang masih memperdebatkan mana yang lebih dahsyat antara gempa Myanmar dan gempa Aceh 2004, mari kita berpegang pada fakta ilmiah. Gempa Aceh 2004 tetap menjadi salah satu gempa paling dahsyat dalam sejarah dunia, dan kita harus terus belajar dari pengalaman tersebut agar tidak terulang di masa depan.
Jadi, sudahkah kita benar-benar siap menghadapi gempa berikutnya?