LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Deru mesin mobil pick up menjadi irama harapan di jalan-jalan Pidie Jaya. Dari berbagai gampong, puluhan kendaraan bergerak menuju titik-titik pengungsian, membawa lebih dari sekadar muatan, mereka membawa kepedulian. Mi instan, beras, minyak goreng, dan pakaian layak pakai tersusun rapi di bak terbuka, seolah menjadi bahasa universal yang berkata: “Kamu tidak sendiri.”
Di antara tumpukan logistik, ada pemandangan yang paling menyentuh hati, hasil kebun rakyat ikut diboyong. Pisang dan ubi, hasil kerja keras tangan petani yang selama ini menghidupi keluarga, kini diserahkan untuk saudara yang tertimpa musibah banjir. Bantuan itu bukan hanya memenuhi perut, tetapi juga menguatkan jiwa, bahwa berbagi tak selalu tentang kelebihan, melainkan tentang ketulusan.
Dari Gampong Tampui dan Deah Teumanah, bantuan hadir dalam rupa yang lebih nyata, membawa tenaga. Warga datang sebagai relawan, membersihkan lembaga pendidikan dan rumah ibadah yang dipenuhi lumpur. Lantai disikat, dinding dilap, dan sajadah dijemur di bawah matahari, tanda bahwa harapan dirawat dari hal-hal yang sederhana.
Sementara dari Gampong Raya, solidaritas mengalir dari dapur-dapur kecil warga. Setiap rumah menyiapkan tujuh bungkus nasi, yang kemudian dikumpulkan untuk para korban banjir. Dari aroma masakan rumah, kehangatan bergerak ke barak pengungsian, mengenyangkan perut sekaligus menghangatkan perasaan.
Gelombang kepedulian ini tidak berhenti di Gampong Tampui, Deah Teumanah, dan Raya semata. Dari kabupaten tetangga, warga Pidie pun turut hadir membawa bantuan dan menyapa para pengungsi dengan empati. Bantuan datang dalam berbagai bentuk, dari logistik hingga tenaga, mempertegas bahwa duka Pidie Jaya adalah duka bersama, dan beban seberat apa pun akan terasa lebih ringan ketika dipikul dengan kebersamaan.
Yang membuat gerakan ini kian mengharukan, tak sedikit dari para pemberi bantuan juga ikut terdampak banjir. Rumah mereka terendam, halaman mereka berlumpur, tetapi tangan tetap terulur. Dalam keterbatasan, mereka menemukan kelapangan dalam duka, mereka memilih berbagi.
Pidie Jaya kini menjadi cermin kearifan lokal yang tak lekang oleh air bah. Di tengah bencana, gotong royong tumbuh subur seperti ubi dan pisang di kebun, mengajarkan bahwa harapan bisa ditanam dari segala arah. Banjir boleh datang, tetapi kemanusiaan selalu lebih kuat untuk tinggal.
Oleh : Wahrizal - Warga Pidie Jaya, Aceh







