Idul Fitri Berdarah di Gaza: Tangis di Hari Kemenangan
Foto : Dok. Google Image/Ilustrasi | LIPUTAN GAMPONG NEWS
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Hari kemenangan yang seharusnya dipenuhi kebahagiaan Idul Fitri 2025 berubah menjadi kepedihan mendalam bagi rakyat Palestina. Serangan udara dan darat yang dilancarkan Israel pada Minggu (30/3/2025) kembali merenggut nyawa warga sipil yang tak berdosa. Di kamp pengungsian Qizan Abu Rishwan, selatan Khan Yunis, empat warga tewas akibat serangan brutal. Di Jabalia, Gaza utara, rumah keluarga Muqbel hancur lebur, menewaskan dua orang dan melukai beberapa lainnya. Rafah utara pun tak luput dari penderitaan, ketika serangan pesawat nirawak melukai sejumlah warga yang tak bersalah.
Di balik angka korban yang terus bertambah, tersimpan kisah-kisah memilukan tentang keluarga yang tercerai-berai, anak-anak yang kehilangan orang tua, dan rumah-rumah yang kini tinggal puing. Sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 50.277 warga Gaza telah kehilangan nyawa akibat agresi yang terus berlanjut. Mereka yang selamat pun menghadapi penderitaan tak terperi, hidup di antara reruntuhan, tanpa makanan yang cukup, air bersih, atau layanan kesehatan yang layak. Idul Fitri yang seharusnya menjadi perayaan kebersamaan justru menjadi momen duka yang mendalam.
Di tengah kehancuran yang meluas, upaya gencatan senjata kembali diusahakan oleh mediator dari Mesir dan Qatar. Hamas telah menyetujui proposal terbaru demi menghentikan pertumpahan darah dan membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan. Namun, harapan ini kembali terhalang oleh penolakan Israel yang justru mengajukan proposal tandingan. Ketidakpastian yang terus berlanjut hanya memperpanjang penderitaan rakyat Palestina, yang tak punya pilihan selain bertahan di tengah kehancuran.
Dunia internasional terus menyerukan penghentian serangan dan pemulihan hak-hak rakyat Palestina. Demonstrasi solidaritas bermunculan di berbagai negara, menuntut keadilan dan tekanan lebih keras terhadap Israel. Namun, seruan itu sering kali terbentur kepentingan politik dan diplomasi yang berliku. Rakyat Gaza, yang telah lama hidup dalam ketidakpastian, hanya bisa berharap suara mereka didengar dan hak mereka untuk hidup damai diakui.
Idul Fitri berdarah di Gaza menjadi simbol betapa ketidakadilan masih merajalela. Tangisan anak-anak yang kehilangan keluarganya, ibu-ibu yang meratap di atas puing-puing rumahnya, serta suara rintihan mereka yang terluka adalah bukti nyata bahwa penderitaan ini harus dihentikan. Gaza tak butuh sekadar simpati, dunia harus bertindak, agar tak ada lagi Idul Fitri yang diwarnai oleh darah dan air mata. (**)