28 September 2025
Daerah

Dua Polsek di Pidie Jaya Tuntaskan Konflik Pengrusakan Tanaman dan Julo-Julo dengan Jalur Adat

LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Di bumi Serambi Mekkah, hukum adat masih menjadi perekat sosial yang diwarisi turun-temurun. Nilai-nilai itu berpadu indah dengan langkah humanis Polri dalam menjaga harmoni masyarakat. Hal itulah yang tampak di dua gampong di Pidie Jaya, Selasa (23/9/2025), saat dua Polsek di bawah jajaran Polres Pidie Jaya berhasil menuntaskan perselisihan warga tanpa meninggalkan luka.

Di Gampong Kumba, Kecamatan Bandar Dua, ketegangan sempat mengemuka akibat persoalan pengrusakan tanaman. Basri (47) dan M. Yusuf (63), yang semula terjebak dalam sengketa, akhirnya dipertemukan dalam sebuah forum mediasi yang dipimpin Kapolsek Banda Dua bersama perangkat gampong. Kehadiran Bhabinkamtibmas, Babinsa, Keuchik, serta tokoh masyarakat menjadi saksi bahwa jalan damai selalu lebih mulia ketimbang dendam. Pada akhirnya, kedua pihak berlapang dada, saling memaafkan, dan menandatangani surat pernyataan damai.

Sementara itu, di Gampong TU, Kecamatan Pante Raja, kisah berbeda namun senada juga terjadi. Perselisihan soal pinjaman uang arisan (julo-julo) antara Ratna (43) beserta anak-anaknya, dengan Aminah (36), sempat mencuat. Namun, di bawah arahan Kapolsek Pante Raja Ipda Irsan Chalik, S.Sos., M.Si., suasana tegang itu berubah menjadi hangat. Di balai gampong, hadir Tuha Peut, tokoh masyarakat, dan perangkat desa yang turut memberi wejangan. Ratna akhirnya menyampaikan maaf yang diterima Aminah, dan keduanya sepakat mengakhiri masalah dengan damai.

Pendekatan ini, menurut Kapolres Pidie Jaya AKBP Ahmad Faisal Pasaribu, S.H., S.I.K., M.H., merupakan implementasi nyata Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang penyelesaian perkara melalui adat. “Problem solving memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyelesaikan perkara secara adil, kekeluargaan, serta tetap menjaga hubungan sosial,” terang Kasi Humas Polres, AKP Mahruzar Hariadi.

Hasil perdamaian di dua gampong itu bukan sekadar menyelesaikan perkara hukum, tetapi juga menjaga martabat masyarakat. Surat pernyataan yang ditandatangani kedua belah pihak menjadi simbol komitmen bersama untuk tidak mengulangi perbuatan serupa, sekaligus kesiapan menerima sanksi adat bila melanggar.

Dalam kearifan lokal Aceh, adat bak Po Teumeureuhom dan hukom bak Syiah Kuala, dua jalan yang tidak pernah terpisah. Maka ketika Polri Presisi menyatu dengan ruh adat, lahirlah cara penyelesaian yang bukan hanya menegakkan hukum, melainkan juga merawat persaudaraan. Di Pidie Jaya, damai bukan sekadar kata, melainkan jalan yang dipilih untuk menjaga harmoni. (**)